Senin, 14 September 2009

Enam Titik Krusial Polri-KPK

VIVAnews - Koalisi lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti kriminalitas lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemanggilan empat pimpinan KPK sebagai bentuk kriminalitas. berdekatan dengan enam titik krusial.

Salah satu perwakilan koalisi, Illian Deta Arta Sari memaparkan satu persatu titik tersebut. Pertama, kata dia, penetapan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka dan aktor intelektual dalam pembunuhan Nasruddin Zulkarnain.

"Kami sebagai bagian dari masyarakat yang mencermati rekam jejak Antasari tentu tidak akan kaget. Sebelum terpilih, Anggota DPR bahkan sudah diingatkan untuk tidak memilih calon tersebut. Saat itu pun, kata Ilin, KPK tidak terlalu terganggu kinerjanya di mata publik pasca minus Antasari.

Pada waktu yang relatif sama, kata Illin, DPR menyuarakan pembekuan kerja KPK karena hanya ada 4 pimpinan. "Bahkan, kemudian muncul informasi, kalau pimpinan KPK hanya akan tinggal satu. Di titik inilah, publik cemas dan sangat khawatir dengan serangan balik koruptor yang semakin sistematis."

Polisi kemudian memanggil salah seorang Wakil Pimpinan KPK (CMH) dipanggil dan akan dijerat dengan pasal anti penyadapan, beberapa institusi lainpun melakukan manuver. Titik kedua ini pun gagal. Upaya menjerat Wakil Ketua KPK dengan UU Komunikasi dan UU ITE tidak terdengar lagi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah menambahkan titik ketiga adalah isu suap terhadap pimpinan dan sejumlah staf utama KPK. "Polisi hanya berbekal testimoni Antasari dan rekaman perbincangan Ketua KPK nonaktif itu dengan bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjaja dan dua lelaki lainnya," kata dia.

Jurus ini pun kemudian runtuh. "Jika dicermati, rekaman pembicaraan dengan durasi sekitar 18 menit tersebut justru menegaskan, bahwa Anggoro tidak mengerti pelaksanaan dan penyerahan uang," jelas Illin.

Poin menarik, kata Febri, mencuat saat pemberi suap -Anggoro Widjojo- justru melaporkan dua nama yang diduga menyerahkan uang itu ke Polri. Laporannya bukan suap ataupun korupsi, tapi pemerasan dan penipuan oleh orang yang mengaku sebagai suruhan KPK. Kasus inipun berhenti sementara setelah salah satu makelar kasus ditangkap Kepolisian.

Titik keempat, empat pimpinan dan empat pegawai utama KPK dipanggil Polri dengan tuduhan melanggar Pasal 23 UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001 dan Pasal 421 KUHP. Poin prinsip aturannya sederhana, “dalam perkara korupsi seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya, diancam pidana.”

Kewenangan yang dipersoalkan polisi adalah tindakan pencekalan Anggoro Widjaja, seorang yang sebenarnya tersangka dan buron KPK karena diduga memberikan suap pada anggota DPR-RI dan pejabat Departemen Kehutanan.

Poin kelima terletak pada kasus Anggoro, tepatnya sebagai rekanan Departemen Kehutanan, PT Masaro dalam pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Anggoro mulai dicekal atau dilarang bepergian keluar negeri. "Apakah ini salah?" tanya Febri.

Mengacu pada panggilan Polri, pencekalan Anggoro itu dinilai salah. Bahkan dapat diancam pidana maksimal 6 tahun karena penyalahgunaan kewenangan. "Tidak terlalu jelas indikator dan bukti hukum apa yang digunakan dalam kasus ini."

Selain lima hal diatas, ada satu titik yang tak kalah penting, yakni pemanggilan pimpinan KPK terjadi saat KPK sedang menyelidiki kasus skandal Bank Century. Bahkan, menyebutkan salah seorang petinggi Polri sedang diteliti dalam kasus tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar